DAFTAR ISI
ALEK SUBAIRI HARKONI
Kembang
Tidur Ritual
Tahun Baru
Suluk Lebah Keberangkatan
Doa Hitam Buat
Zawawi Imron
Putik Khalwat
Madura
Daun Gugur Dendang
Suramadu I
Nubuat Hijau Dendang
Suramadu 2
Toron Dendang
Suramadu 3
Suluh
Pengantin Sirih
Pinang
Kembang Leni
Melawat
Reretak Kidungmu
Mukena Bangkalan
Suara Bulir-Bulir
Embun Aangkat Sauh
Sebrang Lirik
Sepasang Pengantin
Pemeluk Di
Pasarean Airmata
Surat Bulan
Tidur Percakapan
Sunyi
Tanglok Membaca
Kotamu
HIDAYAT RAHARJA UMAR FARUK MANDANGIN
Sampang Bulan
Tangal Dua Belas
Perempatan Bulan
Tanggal Tiga Belas
Tanjung Bulan
Tanggal Empat Belas
Kota yang
Karam Bulan
Pucat Api
Bandaran Menunggu
Senja dan Hujan
Stingghil Anakku
Sekolah Di Laut
Ranggasukawati
Akuarium
Rindu
Nepa Sesobek
Catatan Bersamamu
Mandangin Tikar Pandan
Omben Sajak
Miring
Bukit
Tembakau Kopi
Miring
Guwa Lebar Luka Garam
Pesisir
Camplong Istana
Pasir
Kebbhun Romansa
Air dan Batu
Monomen Romansa
Rindu
UMAR FAUZI BALLAH YAN ZAVIN AUNDJAND
Rumah Sumpah
Sie Kong Liong Tarian Kampung Halaman
Cacing Tanah
Buju’
Panda’
Tanah
Kelahiran I Syarifah
Tanah
Kelahiran II Surat
Ibu 2
Pasar Malam Sungai
Kering Berbatu
Lir-Ilir Stasiun
yang Hilang Sore Hari
Echo Pengelanaan
Wabah Pagar
Bambu
Mati Suri Di
Pantai Camplong
Cicak
Menabung Naskah
Layang-layang
Penjaga
Malam Jiwaku
dalam Sepi Gerimis
Kemuning Jamur
Dogma
Menjelang
Ajal Huruf
Mengering
Jalan
Kepiting Gelarina
Bayang
Kacamata Alif
Tikar Pandan
di Stingghil
SEBUAH produk kebudayaan adalah keniscayaan untuk selalu kita
lestarikan. Semua adalah identitas bangsa yang akan menjadi rekam jejak bagi
generasi setalahnya. Antologi bertajuk Tikar Pandan di Stingghil ini tidak lain
adalah untuk kepentingan kebudayaan tersebut.
Tikar Pandan di Stingghil adalah antologi puisi yang memuat sajak-sajak
enam penyair (kelahiran) Sampang. Mereka adalah: Alek Subairi, Harkoni, Hidayat
Raharja, Umar Fauzi Ballah, Umar Faruk Mandangin, dan Yan Zavin Aunjand.
“Kelahiran” sengaja diberi tanda kurung “( )” karena enam penyair tersebut
lahir dari persemayaman ambiguitas geografi s; di satu sisi secara geografis,
lahir dan bermasa remaja di Sampang. Namun, di sisi lain beberapa di antaranya
menemukan eksistensi kepenyairan di ranah rantauan. Sebutlah Umar Fauzi Ballah
dan Alek Subairi yang tinggal di Surabaya; Hidayat Raharja—sebagai penyair paling
mula—saat ini berkhikmad di SMAN 1 Sumenep; dan Zavin yang melanglang buana ke
Jogja—Jakarta. Akan tetapi, kami yakin bahwa benih kepenyairan telah tertanam
sebelum merantau. Merantau hanyalah “tradisi” di mana kami berjuang mengembangkan
benih tersebut. Hanya Harkoni dan Umar Faruk yang dengan khusuk terus berkhikmad
di pertiwi Madura dan benar-benar natural berproses di Sampang. Menariknya,
kedua penyair tersebut berada dibentang kutub yang berjauhan. Harkoni tinggal
di pesisir utara, sedangkan Umar Faruk di pulau kecil satunya-satunya di Sampang,
Mandangin atau Pulau Kambing.
Ide tercetusnya antologi ini adalah hasil cangkru’an Alek dan Faruk
di Sampang awal 2010 lalu. Saya pun turut hadir setelah pertemuan pertama itu.
Kami sadar akan kegelisahan bahwa kesenian, dalam hal ini kesusastraan, tidak
berkembang di Sampang. Sepengetahuan saya, hanya seni rupa yang paling pesat
perkembangannya, diikuti teater, tari, dan musik. Dan sepanjang yang saya
ketahui, antologi ini adalah langkah perdana di Sampang.
Enam nama itu juga pernah menghiasi media massa, baik lokal,
regional, maupun, nasional. Harapan kami tentu ini menjadi pemacu semangat
pemuda Sampang dikemudian hari. Akhirulkalam, kepada sidang pembaca selamat
membaca!
Sampang, Februari 2011
Umar Fauzi
Ballah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar