Daftar Isi
Cerpen Badrul Munir Chair
· Menggagas Kepulangan
· Birahi Kucing Jantan
· Di Sudut Palestina
· Kumpulan Cerita dari Sesobek Kertas
· Dewasona
· Bangkai
Cerpen Yan Zavin Aundjand
· Perempuan di Ujung Kelamin
· Sungai Perasaan
· Di Balik Bayang-bayang
· Menunggu Terang
· Sang Penguasa Kerinduan
· Mayat
RUANG BERTEMU
Oleh Ahmad Kekal Hamdani
Menulis sastra adalah membangun ruang. Dari jagad kosmik yang menggelembung dalam diri menjadi sebuah ruang publik yang mau tidak mau akan membentuk keterpengaruhan ataupun keterlibatan. Manusia akan bertarung dengan gagasannya sendiri, berebut ruang gerak antara jagad gagasan dan bangunan-bangunan yang dibentuk oleh teks. Keduanya dapat berdiri secara mandiri, keduanya dapat berdampingan, dan keduanya dapat sama sekali lebur dan seakan tidak teridentifikasi (dalam hal ini manusia akan lebih arif menjadi penerima kebenaran pasif) dimana kemudian pembaca mendapatkan hak untuk membangun pengertiannya sendiri.
Dan sastra adalah jagad yang lain. Sebuah multidimensi dimana setiap pembaca dapat saja merangkai dan melahirkan simulasinya sendiri tentang teks. Di mana antara penulis dan pembaca teks bertemu justru di ruang yang sama sekali berbeda. Penulis membentuk dirinya sendiri dan orang lain dalam teksnya, begitu sebaliknya pembaca membangun sebuah simalakrum bagi dirinya sendiri dimana dengan bebas -secara intensional maupun non intensional- bertemu dengan orang lain dalam jagad gagasan yang ia bangun dalam pemaknaan sebuah teks, sebuah ruang!
Membaca kumpulan cerpen Bangkai dan Cerita-cerita Kepulangan adalah memasuki sebuah kosmos yang unik. Di mana setiap cerita disusun secara acak dan tidak memiliki kesatuan tema yang sistematis antara cerita, seakan setiap bagiannya memiliki tata suryanya masing-masing. Dalam Menggagas kepulangan misalnya, cerita Badrul Munir Chair ini membangun sebuah mitos yang sebenarnya tidak pernah ada. Akan tetapi atmosfer mitos itu sangat akrab sebab lahir dari dunia kita, setting alam yang lekat dengan keseharian manusia Indonesia. Pembaca akan terperangah dengan penyampaian lugas dan strategi kejut yang apik oleh Badrul Munir Chair dalam membangun ruang teksnya. Walau kejut itu tampil secara sederhana, tapi justru di sinilah pembangunan teks itu dipertaruhkan dan ditawarkan menjadi sebuah pertemuan gagasan.
Sebagaimana dalam keseharian yang saya kenal, Badrul Munir Chair (sahabat saya yang tampan ini) memang suka usil! itu juga saya temui dalam cerpen-cerpennya yang suka menjebak pembaca, ke-Aku-an cerita yang ditawarkannya adalah keakuan yang menyesatkan. Maka janganlah cepat-cepat berspekulasi dan menyimpulkan jalan cerita sebelum anda benar-benar menyelesaikan bagian akhir dari ceritanya, namun juga jangan membaca hanya akhirannya saja, anda tidak akan merasakan manis keusilannya.
Berbeda dengan Badrul Munir Chair, Yan Zavin Aundjand menempuh pembangunan cerita dengan diksi-diksi yang lebih rumit dan tema dengan gagasan yang cukup berat. Tampaknya ia memiliki kosmos yang membludak dan kebelet untuk di ejawantahkan menjadi sebuah teks. Meski terkadang di beberapa bagian struktur cerita nampak kacau, atau ia sedang menawarkan sebuah gagasan chaos, melampaui kestrukturan itu sendiri, coba misalnya ceritanya Wanita di Ujung Kelamin dan lima cerita lainnya, memiliki kerumitannya sendiri ala Zavin Aunjand. Zavin suka mempertentangkan gagasan agama dan realitas masyarakat, hal ini mungkin tidak lepas pada fokus kajiannya yang memang dekat dengan perbandingan agama. Kekritisannya mewakili ruang gagasan dalam ceritanya.
Begitulah sekelumit dari Bangkai dan Cerita-cerita Kepulangan, selebihnya pembaca memiliki ruang yang sangat luas untuk mengapresiasi dan saling bertemu dalam jagad gagasan yang ditawarkan oleh cerita-cerita dalam buku ini. Begitupun ragam warna, setiap entitas cerita, setiap individu atau manusia memiliki kebebasannya, kemerdekaannya membangun ruang. Dan akhirnya, selamat bertemu di ruang Bangkai dan Cerita-cerita kepulangan.
Yogyakarta, 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar