toampar, jejak memahat dzikir pada pembaringan berpagar batubatu pertapa. warnanya putih ditumbuhi lumutlumut coklat. karangan bunga berceceran di manamana, berkisah tentang maut yang menghidupkan batin para musafir.
(kulihat para musafir itu memuja bhuju’ bersemayam di batu pembaringan itu. o mereka terseret pada kesunyian. Katanya, di sana tersimpan air sorga di balik batu nisan rumah pejuang kebenaran.)
toampar, rumah para penegak firman tuhan. di sini embah mannan, ambah suadi, dan embah samiyah menitipkan jejak tentang tanah dan air disucikan. mereka adalah hamba pilihan untuk manusia memuja bendabenda. mengajak manusia kembali pada kekosongan hati—pemujaan yang hakiki. jejak suci mereka tinggalkan di atas bukit kecil tempat mereka bersembunyi untuk mendapatkan pencerahan ilahi.
toampar, tempat mereka menertawakan hidup, menjunjung tinggi martabat dan kebebasan manusia. di sini orangorang mengenal embah hosen; seorang pahlawan sejati –penghuni batu demi harkat dan harga diri.
di toampar ini, para pengikut lebur jadi abu, lalu orangorang mencatatnya dengan airmata dalam doa qudus mereka menghamba.
toampar, tempat orangorang meramaikan kenangan. merubah waktu menyatu dengan bakti, sampai terdengar suarasuara terenggut airmata. entah mendoakan mereka selamat karena terhimpit bumi. di sini musafir berdatangan silih berganti; para musafir itu terusir dari hati yang terbakar hingga mengubur segala impian. merapatlah wahai hakikat. wahai, merasuklah kau dalam denyut kalbu. lebur. leburlah seperti debudebu tak pernah risau diterbangkan angin dan dihinggapkan pada nisannisan—pada ujung nafas yang tak lekang menciumi kasturi.
Omben, 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar