Pengantar PINANGAN BUAT NAJWA
Sering kali saya ditanya perihal puisi dan manfaat puisi bagi
masyarakat umum. Saya sendiri kadang sering terjebak dengan pertanyaan itu,
mungkin ini juga sebagai salah satu jawaban terhadap kawan-kawan saya yang dulu
pernah menanyakan hal di atas itu kepada saya.
Bagi saya puisi itu adalah sebuah ironi. Puisi lahir dari
pengalaman sebuah aktivitas yang murni personal, interpersonal yang termotivasi
oleh keinginan-keinginan membagi pengalaman dengan orang lain, dari personal ke
komunal (umum).
Puisi bagi masyarakat umum, orang tidak mengerti sekali pun,
mereka akan merasakan bahwa puisi itu adalah sebuah keindahan. Dalam puisi itu
terdapat sopan santun, bahasa, pengetahuan, sanjungan, kenangan, kegelisahan,
kesepian, dan lain sebagainya, semuanya itu dituangkan ke dalam mutiara bahasa
dan metafor yang sudah akrab dalam kehidupan ini. Orang yang mendengar dan
membacanya bisa orang itu memahami lewat pembacaan batin atau pun secara lahir.
Puisi itu sebagai induk. Puisi bisa menjadi apa saja. Puisi menjadi
lagu, puisi menjadi doa, puisi menjadi sanjungan, puisi menjadi pribahasa,
puisi menjadi firman yang mangandung makna universal, dan lain sebagainya.
Darinya (puisi) adalah pergulatan inpersonal menjadi personal. Yang umum
menjadi khusus, dan yang khusus menjadi umum. Membuat puisi sama halnya dengan
membangun jembatan antara bumi dan langit, antara kehidupan dengan pencipta,
antara alam semesta dengan alam yang tak terbatas. Dan juga puisi menjadikan
pengalaman dalam bahasa, tapi tidak menjadikan bahasa menjadi pengalaman.
Puisi-puisi dalam kumpulan ini bercerita tentang pengembaraan,
cinta (kekasih), hubungan makhluk dengan sang pencipta. Sebuah gambaran yang
menyuarakan pengembaraan batin. Pengembaraan yang tidak pernah berubah menjadi
diri dalam diri; sepi, sendiri, gelisah, terbakar api rindu yang selalu
menjadikan di luar sana dalam diri, namun tidak kemudian melepas apa yang sudah
menjadi hakikat pengembaraan itu sendiri. Karena sang pengembara tidak akan
menyia-nyiakan hakikat pengembaraannya itu apa yang sudah akrab dengannya,
dikenalnya—menyentuh, merasakan, meraba, mendengarkan, tidak melihat apa pun
selain dirinya sendiri.
Sebelumnya saya tidak berkeinginan menerbitkan kumpulan puisi ini,
yang saya anggap masih sebagai oretan kegelisahan yang kacau, dan jauh dari
kesempurnaan. Namun, dari berbagai pertimbangan dan dukungan dari kawan-kawan
serta pihak-piak yang membantu untuk menerbitkan buku antologi puisi roman
saya, maka apa boleh buat, saya pasrah, dan saya pasrahkan semuanya kepada pembaca.
Bagi saya, puisi baik dan puisi buruk hanya sebatas persoalan selera saja,
siapa yang membaca dan siapa yang menilai; semuanya baik pada posisinya
masing-masing. Saya ingin melihat puisi tidak lagi dari sisi baik dan buruk,
saya ingin melihatnya dari sudut pandang lain—mengambil manfaat dan faidah yang
ada dalam puisi tersebut. Saya ingin menikmatinya; saya ingin menikmati
keindahannya, baiknya, dan bahkan buruknya sekalipun dalam puisi.
Sebulumnya saya tidak menyangka bisa menulis sebuah puisi, dulu waktu
saya masih duduk di bangku MA (setingkat SMA) saya mungkin termasuk salah satu
orang yang benci terhadap yang namanya sastra. Ketika itu saya hanya suka
menulis karya tulis ilmiah saja. Lama kelamaan saya merasakan karya-karya saya
terasa kering dibaca, tidak ada bumbu-bumbu yang kemudian menyedapkan
tulisan-tulisan saya itu. Saya yakin orang yang pernah membaca karya saya itu
adalah menganggap tulisan sampah, yang tidak ada nilai keindahannya sama
sekali. Sampai akhirnya saya mencoba mempertanyakan pada diri saya sendiri,
identitas sebagai seorang penulis. Ah, apa pentingnya sastra? Apa semua orang
harus dan bisa bersastra? Begitu yang saya rasakan setiap kali saya mau memulai
menulis. Dari sini saya terdorong untuk mencoba belajar membaca buku-buku sastra
dan mendiskusikannya dengan kawan-kawan yang sudah punya pengalaman di bidang
itu, sampai akhirnya saya menjadi bagian dari itu untuk semakin memperdalam pengetahuan
saya tentang sastra, dan sampai sekarang pun saya masih belajar.
Antologi puisi (kalau boleh saya menyebutnya sebagai puisi) yang
ada ditangan pembaca ini adalah sehimpunan beberapa sajak yang saya tulis pada
awal-awal saya belajar meniti jalan dunia sastra pada tahun 2005, ada juga
puisi yang saya tulis dari tahun 2007-2009, dan puisi yang lebih dikhususkan
dalam antologi puisi ini saya tulis tahun 2010-2012—yaitu ketika saya menemukan
belahan hati saya dengan salah seorang perempuan yang sering saya menyebutnya
dengan sebutan tiga nama; Najwa, Indana
Rofa.
Semoga kumpulan puisi ini bermanfaat dan menjadi inspirasi bagi
siapa saja yang membutuhkan. Selamat menikmati!
Yogyakarta,
2012
Yan
Zavin Aundjand
Daftar Isi
Tentang Penulis ............................................................... i
Pengantar ........................................................................ v
Jika Kau Perempuan Rembulan ..................................... 1
Surat ................................................................................. 2
Segelas Air Putih ............................................................. 3
Pinangan .......................................................................... 4
Najwa ............................................................................... 6
Kecupan Pertama di Tengah Kalimat Percakapan ........ 7
Syarifah ............................................................................ 9
Zikir Pengantin ............................................................... 10
Perjumpaan Separuh Waktu .......................................... 11
Bila Malam ....................................................................... 14
Kau Bebani Aku dengan Rindu ...................................... 15
Haruskah Kau Mati ......................................................... 16
Jangan Bersedih Rofa ...................................................... 17
Meminangmu .................................................................. 18
Membaca Kenyataan dalam Dirimu .............................. 19
Tumor di Kepalamu ........................................................ 20
Di Jakarta ......................................................................... 21
Bertahan Untukku .......................................................... 23
x Pinangan Buat Najwa
Senandung Hati .............................................................. 24
Senyum Membelah Dua ................................................. 27
Diri ................................................................................... 29
Malam tanpa Bulan ......................................................... 30
Daun Membiru ................................................................ 31
Kau Datang dan Pergi ..................................................... 32
Sepotong Aksara ............................................................. 33
Al Laisa, Wajah dalam Kabut ......................................... 34
Perempuan yang Mencintai Kesendirian ...................... 37
Tafakkur Cinta ................................................................. 40
Dirimu dan Rembulan .................................................... 41
Bila Jemariku Menjadi Kenangan .................................. 42
Berlabuh .......................................................................... 43
Puisi Mati ........................................................................ 44
Di Sebuah Apartemen .................................................... 45
Cerita di Gerbong Kereta ................................................ 46
Jejak di Stasiun Wates ..................................................... 47
Jiwaku dalam Sepi Gerimis ............................................. 48
Huruf Mengering ............................................................ 50
Gelisah ............................................................................. 51
Perjalanan 2 cm ............................................................... 53
Nasibmu Adalah Hatiku ................................................. 54
Cinta dalam Mimpi ......................................................... 55
Tatapan Liar Matamu ..................................................... 56
Kunangkunang Dini Hari ............................................... 59